Selasa, 28 Maret 2017

Teladan adalah Panutan tanpa perlu Pencitraan. Teladan dari sang Pangeran Para Dokter

Teladan tidak pernah "Pencitraan" dan layak dijadikan panutan.

Kita ambil contoh sosok yang di bahas oleh L. Garde dalam La Pensee religieuse d' Abicenne (Ibnu Sina)

dan juga banyak ringkasan riwayat Islam lain mengenai yang di kenal oleh dunia Barat sebagai "Pangeran Para Dokter" ini.

Pernah muridnya bertanya, kenapa dengan kecerdasan dan konsep yang luar biasa dari banyak karya dalam berbagai bidang yang digeluti oleh guru (Ibnu Sina) dan di kenal paling pandai pada zamannya itu tidak mencetuskan agama baru atau merintis karir menjadi Nabi.

Ibnu Sina hanya tersenyum, di keesokan pagi pada subuh yang sangat dingin Ibnu Sina bertemu dengan muridnya, dan melarang muridnya mengambil air wudhu karena khawatir akan sakit sebab suhu yang tidak bersahabat. Namun murid itu mengabaikan perintah gurunya dan tetap berwudhu dan melaksanakan solat berjamaah, Selesainya si murid kembali bertemu dengan Ibnu Sina dan berkata padanya

"Itulah mengapa aku tidak mengaku seorang nabi. Di sini aku, guru dan tuanmu, masih hidup dan merupakan ahli kedokteran terbesar saat ini, melarangmu untuk tidak membasahai tubuhmu dengan air dingin. Ternyata kamu tidak mengindahkannya dan justru mengikuti perintah seseorang yang hidup di Arab empat abad lalu, yang tidak pandai baca tulis, dan yang tidak pernah kamu temui. Itulah perbedaan antara seorang nabi dengan seorang cendekiawan dan filsuf".

Ulama sejati tidak mengagungkan atau diagungkan tanpa sebab. Dan selalu memiliki cara cerdas dalam menyikapi berbagai hal, baik dari yang paling baik maupun paling buruk datang padanya.

Sebab yang layak dijunjung dan paling layak diikuti bagi mereka yang sadar adalah tetap dan absolut hanya para Nabi atau Rasul Allah.

Minggu, 19 Maret 2017

Berkhidmat Atau Berkarir

Sebuah renungan singkat untuk kita para Kader yang mengaku Ber-Muhammadiyah.

Sejak pertama kali menggeluti buku Kemuhamadiyahan di Pondok Pesantren saat masih duduk di bangku SMP, saya akrab dengan pembahasan surath Al-Baqarah, Ali Imran dan Al-Ma'un yang biasa menjadi gerakan Teologi Muhammadiyah terutama dalam amal usahanya.

Muhammadiyah telah memberi doktrin bagi para simpatisan ataupun kader Muhammadiyah untuk mengutamakan bertindak walau itu kecil ketimbang berbicara terlalu banyak. Mengesampingkan upah, dan meninggalkan kepentingan atau keuntungan duniawi sebagaimana Islam dan Nabi Muhammad menyampaikan.

Oleh karenanya, banyak pula guru saya yang notabene aktivis Muhammadiyah, dan Aisyiyah selalu menyampaikan "Jangan kenakan baju Muhammadiyah demi kepentingan bukan Muhammadiyah"

Dan itu benar-benar dicontohkan oleh guru-guru saya, ketika mereka terlibat politik dan diusung oleh Partai atau maju sebagai Pejabat kota dan daerah, mereka tidak mengatakan "Ini saya dari Muhammadiyah" atau sejenisnya yang membawa-bawa nama Muhammadiyah.

Sebuah cerminan untuk saya pribadi bahwa ber-Muhammadiyah itu bukan untuk mengisi perut saya atau menambah kontak di Handphone saya apalagi menggemukan isi dompet saya.

Saya juga ingat kata seorang Ustadz yang mengisi pengajian bulanan Muhammadiyah di rumah saya "Kalau mau kerja atau cari duit di Muhammadiyah doank ya nggak perlu jadi atau ngaku-ngaku orang Muhammadiyah".

Ya itu juga tentunya menjadi sindiran yang sangat mengena pada diri saya, menjadi mahasiswa berpikir punya duit atau pekerjaan tetap, punya orang dalam atau "Link" supaya masa depan ada kepastian pastilah yang saya inginkan, maka dalam hati terdalam ada rasa ingin bisa memanfaatkan "Muhammadiyah" atau intansi dari Muhammadiyah seperti "IMM" untuk bisa jadi jembatan karir saya kelak.

Dan itu adalah hal wajar namun tidak pantas karena secara dasar saya ber-Muhammadiyah atau ber-IMM cuma untuk kebutuhan saya pribadi saja jika seperti itu. Apalagi menggunakan Almameter merah sebagai lambang mahasiswa Muhammadiyah ini juga demi politisasi, padahal IMM atau Muhammadiyah ini bukan partai atau sarana Politik.

"Kalau ingin kerja, ingin duit, ingin jabatan ya sana cari kerjaan, bikin usaha atau ikut Parpol minimal organisasi Politik dan semacamnya" Sindir saya untuk saya sendiri dan pembaca yang merasa.

Karena siapapun anda pasti tahu, pesan Ahmad Dahlan yang berkenaan kurang lebih tentang "Harumkan nama Muhammadiyah bukan harumkan nama anda menggunakan Muhammadiyah". Karena sejak awal ber-Muhammadiyah baik anda sebagai kader Hizbul Wathan, Tapak Suci, IPM, IMM ,NA, PM dan lainnya itu bukan tentang berkarir dan menghasilkan profit pribadi atau kelompok, tapi tentang mengabdi dan berkhidmat untuk umat.

Selebihnya kembali pada diri masing-masing, mau memanfaatkan Muhammadiyah atau bermanfaat untuk Muhammadiyah.

Mari kita mencinta tapi tidak buta, mari memiliki tapi tidak untuk sendiri-sendiri

Wallahu a'lam