Sabtu, 06 Juni 2015

TRACKING HISTORY of IMM (Muhammadiyah Students Association) PART 1


   the establishment of Muhammadiyah Students Association (IMM) can not be separated to do with the history of Muhammadiyah, and can be considered in line with the establishment of Muhammadiyah factor itself. This means that each of the Muhammadiyah do, is a manifestation of the desire to meet the aspirations in accordance with the will of Muhammadiyah.

   In addition, the establishment of IMM also respond on the problems of the people in this nation's history at the beginning of the establishment of IMM, so the presence of IMM is actually a historical necessity. Factors problematic in that people issues among others are as follows (Farid Fathoni, 1990: 102):

 1. The situation of the nation unstable, authoritarian government and a single-round, as well as the threat of communism in Indonesia.

 2. Divided-dimpled Muslims in the form of mutual suspicion and slander, as well as the political life of Muslims is worse.

 3. The life of the campus (students) are oriented to political interests

 4. There weaknesses of religious life in the form of the decline of morals, and the growing materialism-individualism

 5. least coaching and religious education in the campus, as well as the strength of the secular atmosphere of campus life

 6. Still imprint oppression of colonial imperialism in the form of backwardness, ignorance, and poverty

 7. There are still many practices paced life heresy, superstition, even kesyi Rikan, as well as increasing missionaries-Christianization

 8. The economic, social, political deteriorating

   With this background, the real passion to accommodate and nurture students, from among Muhammadiyah has started long ago. The spirit has actually grown with the desire to establish university MuhammadiyahMuhammadiyah at the Congress in Batavia quarter century of Muhammadiyah. Jakarta 1936. At that time, Muhammadiyah chaired by KH. Hisham (period 1934-1937). The desire is very logical and realistic, because Muhammadiyah increasingly large family with sons and daughters who are in the completion of secondary education. In addition, Muhammadiyah also has many charitable efforts have secondary education.

   The idea of coaching cadre in the student environment in the form of mobilization and formation adatah directly aligned with the will of the founder of Muhammadiyah, KH. A. Dahlan, who advised that "one of you will be there to be a doctor, Master, engineers, but returned to the Muhammadiyah" (Suara Muhammadiyah, No. 6 of the 68th, || March 1988, page 19). Thereby, since the beginning of Muhammadiyah've thought that the young cadres must have a strong Islamic base by returning to Muhammadiyah.

   in 1961 (towards the Half Century of Muhammadiyah Congress in Jakarta) Student Congress held in Yogyakarta Muhammadiyah University (at that time, Muhammadiyah already has eleven university scattered in various cities). At that moment, the idea of establishing IMM rolled out with a vengeance. The desire was not only from students at the University of Muhammadiyah, but also from among the university students of non-Muhammadiyah. by the time it was born Muhammadiyah Propagation Institute, coordinated by Margono (UGM, engineers.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), while the idea of establishment from Djazman al-Kindi (UGM, Drs.) ,

   In 1963 carried out assessments to establish a Muhammadiyah students formally by Muhammadiyah Propagation Institute sponsored by Djasmanal-Kindi who was then serving as Secretary of the Central Executive Pemuda Muhammadiyah. Thereby, Muhammadiyah Propagation Institute (which are mainly operated by students Yogyakarta) which is the embryo of the establishment IMM, with the formation of the Local IMM Yogyakarta.


   Three months after the assessment, Muhammadiyah formalized the establishment of Muhammadiyah Students Association (IMM) on the 29th of Shawwal 1384 AH or March 14, 1964 M. The signing of the Charter of Incorporation of Muhammadiyah Students Association (IMM) conducted Chairman of Muhammadiyah at that time, namely KHA. Badawi. IMM inauguration reception held at the House Dinoto, Yogyakarta

Jumat, 05 Juni 2015

KATAM & AUM “Seharusnya” Potensi Bagi Muhammadiyah




   KATAM “Kartu Anggota Muhammadiyah” atau bisa pula singkatan dari “Kartu Tabungan Muslimin”. Dalam leafleat-nya KATAM didefinisikan sebagai berikut.

“ KATAM akan menjadi persaudaraan jutaan umat Islam melalui jaringan ekonomi suatu struktur yang menyatukan potensi umat baik sebagai konsumen atau produsen

Secara bersama-sama atau sebagian umat akan dapat melakukan transaksi internal maupun eksternal dengan pelaku ekonomi yang lain. Kelebihannya adalah KATAM akan membuat umat memiliki kekuatan ekonomi nyata dengan daya tawar yang dahsyat

 Dengan KATAM umat bukan lagi sekedar pasar yang gampang tereksploitasi, tapi akan menjadi pelaku dan kekuatan ekonomi nyata yang disegani”.

    Dari leafleat tadi KATAM merupakan rencana dasar dalam menggalang potensi Ekonomi Muhammadiyah dari anggotannya, Muhammadiyah yang memiliki anggota sangat besar, sepertinya masih bbelum terbilang selayaknya besar anggota sesuai klaimnya dan apalagi potensi yang telah tersalurkannya. Bayangkan jika harga satu kartunya Rp. 50.000,00 saja maka jika baru satu juta saja yang membelinnya, Muhammadiyah telah mendapatkan dana sebesar Rp. 50 Milyar. Dana tersebut dapat disimpan di Bank dan Muhammadiyah bisa memperoleh dana tabungan dan sebagai lembaga diintermediasi dapat menyalurkannya kepada masyarakat sebagai kredit. Sebaliknya dengan kartu keanggotaanyang telah dimiliki , Muhammadiyah juga dapat memberi manfaat kepada pemilik kartu keanggotaan karena keanggotaannya di Muhammadiyah melalui KATAM tersebut.

   Bayangkan dengan segala amal usaha Muhammadiyah dari berbagai bidang, dikenal masyarakat luas dan umum tidak hanya bagi kalangan Muhammadiyah saja konsumennya serta pastinya menghasilkan dana yang begitu besar sudah seharusnya mampu menyokong seluruh lapisan Ortom Muhammadiyah baik yang berada di pusat maupun ranting yang berada dipedalaman atau yang minoritas sekalipun untuk Muhammadiyahnya. Di tambah dengan adanya potensi lain yanga terdapat dari pengumpulan dana di KATAM ini, kekayaan yang ada pada Muhammadiyah seharusnya benar-benar dapat maksimal terutama jika kita flashback kembali dan mengklaim diri sebagai salah satu Ortom dengan jumlah anggota terbesar di negara yang termasuk sebagai lima besar jumlah populasinya terbanyak di dunia ini.

   Realitas yang ada tidak seperti demikian, contohnya saja di IMM Ciputat sendiri yang masih menggunakan berbagai cara mandiri untuk mendapatkan dana di setiap kegiatannya yang sekalipun memang meminta bantuan pada anggota Muhammadiyah itu cenderung hanya personal dan bukan atas nama Muhammadiyah secara keseluruhan alias bukan murni bantuan Muhammadiyah secara langsung. Begitupula dengan Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang berada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga menggunkana usaha mandiri untuk pengumpulan dana demi menjaga eksistensinya sebagai pergerakan silat yang diperhitungkan di universitas tersebut. Belum lagi di luar sana sekolah-sekolah Muhammadiyah yang berada di dekat pusat kepengurusan sendiri saja masih begitu memprihatinkan apalagi bila kita amati diberbagai tempat lain di seluruh wilayah negri kita tercinta ini yang ada Muhammadiyahnya.

   Dan biasa disindir oleh banyak orang misalnya dengan ungkapan “Sekolah Laskar Pelangi”. Semoga bukan hanya karena bangunannya yang menyedihkan tetapi juga karena murid-muridnya yang luar biasa seperti dalam cerita. Yang seperti itu harusnya dapat disadari semua lapisan anggota Muhammadiyah baik dari yang tertinggi hingga yang terendah sekalipun, mengingat dari segala potensi yang telah diumbar sebelumnya seharusnya mustahil Muhammadiyah itu miskin atau tidak memiliki apa-apa. Ini menjadi pukulan telak bila kita tengok kemandirian dan hebatnya Ahmadiyah, yang walau di serang sana-sini dan selalu tidak dalam keadaan yang aman namun mampu berdiri sendiridan bertahan hingga saat ini walau di tengah pergolakandan intimidasi dari luar. Ahmadiyah memiliki dana yang memadai dan tidak sedikit padahal mengingat dirinya adalah minoritas yang di anak tirikan di negara ini, justru sebagai minoritas yang dimusuhi beberapa pihak tidak jelas dan tak bertanggung jawab. 

   Ahmadiyah dapat membantu sesama dan tidak sedikit baktinya untuk negri termasuk salah satunya bantuan untuk korban Tsunami Aceh sekalipun tidak di ekspos media.
 Padahal Ahmadiyah hanya mewajibkan bagi para anggotanya infaq gaji masing-masing anggota sebesar seper enam belas tergantung dari besarnya gaji sendiri-sendiri, tetapi karena pergerakan positif dan mandiri Ahmadiyah sesungguhnya yang cenderung tidak dilihatkan namun menyentuh secara nyata lingkungan sekitarnya maka akhirnya banyak pula simpatisan yang membantu Ahmadiyah dari segala spek dan akhirnya mampu bertahan dalam berbagai pergelutan hingga saat ini. Ada rasa kagum kepada mereka dan menimbulkan rasa malu dari diri sendiri pada Muhammadiyah.

   Seharusnya” menjadi keuntungan bagi Muhammadiyah sendiri. Jangan sampai Teologi Al-Ma’un itu hanya menjadi pajangan masa lalu yang hilang saat ini.
klaimnya Muhammadiyah itu Go International, memiliki kerja sama dengan perusahaan besar dan ternama baik dalam dan luar negri. Memiliki banyak intelek kontemporer dan modern yang sudah tak diragukan lagi kemampuan dalam tiap bidangnya, setidaknya para ahlinya saja di bidang ekonomi harusnya dapat memaksimalkan segalannya dan memberi solusi untuk dapat memberdayakan seluruh potensi yang “