Minggu, 03 Juli 2016

Salam dan Ucapan Selamat yang Sebenarnya saat Lebaran

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI.

Taqobalallahu Minnaa wa Minkum, Minal 'Aidzin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin, merupakan ucapan yang biasa disampaikan dan diterima oleh kaum muslimin di hari Lebaran/Idul Fitri baik melalui lisan ataupun kartu ucapan. Namun tahukah Anda apa arti kalimat tersebut?

Hal ini perlu disampaikan, karena banyak yang yang mengira bahwa arti kalimat Minal 'Aidzin wal Faizin adalah mohon maaf lahir dan batin.

Mari kita simak arti kalimat sebenarnya. Semoga bermanfaat.

Para Sahabat Rasulullah biasa mengucapkan kalimat "TaqobalaLLahu Minnaa wa Minkum" di antara mereka. Arti kalimat ini adalah: Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian. Maksudnya, menerima amal ibadah kita semua selama bulan Ramadhan.

Para sahabat juga biasa menambahkan:Shiyamana wa Shiyamakum, artinya : semoga juga puasaku dan kalian diterima.

Namun bila ditambah kata-kata Taqobal Yaa Karim, artinya : Semoga (Terimalah do'a kita) ALLAH, Yang Maha Terpuji.

Lalu bagaimana dengan kalimat: Minal 'Aidzin wal Faizin?

"Minal Aidzin wal Faizin" sebenarnya adalah do'a yang artinya : “Semoga kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) kemenangan”.

Jelaslah, meskipun diikuti dengan kalimat mohon maaf lahir batin, kalimat ini tidak mempunyai makna yang serupa.

Bahkan sebenarnya merupakan tambahan doa untuk kita yang patut untuk diaminkan Nah, sebenarnya kalimat Minal ‘Aidzin wal Faizin adalah penggalan sebuah Do'a yang lengkap, yakni :

"Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Wa Ja’alanallahu Minal‘Aidzin Wal Faizin" yang artinya : “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah menjadikan kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) kemenangan”.

Semoga varokah vroh Fastabiqul Khairat

#menjelang
#lebaran #idulfitri #adab #salam #dalam #islam

Jumat, 01 Juli 2016

Antara Realita dan Ekspektasi dalam Hidup. Yakinlah dan Terus Berjuang!

Ekspektasi adalah bagian konsep yang tergambar dalam idea, sedangkan Realitas adalah bagian dari hal empirik yang telah terjadi.

Manusia pada umumnya menyadari bahwa yang paling dominan adalah yang terjadi berdasarkan apa yang telah mereka hadapi secara empiris, bukan yang secara logis dalam akal pikiran.

Namun tak sedikit manusia yang terlalu berpatok pada ekspektasi sehingga selalu berharap yang terbaik dan hanyut dalam kungkungan ekspektasi yang baik-baik.
Sehingga saat realitas yang telah terjadi bertolak belakang atau berbeda sedikit saja dengan ekspektasinya, mereka akan sangat kecewa, putus asa, frustasi ataupun menyerah tanpa ingin bangkit lagi.

Karena sering berekspektasi berlebihan, orang yang bagi kita baik, jika dia tiba-tiba tidak sebaik pandangan kita. Maka akhirnya kita akan melupakan semua kebaikannya dan terus menerus mengingat kesalahannya walau hanya sesekali/ jarang atau bahkan sudah meminta maaf.

Jadilah "1000 kebaikan orang lain kita lupa, 1 kesalahan orang lain kita ingat selalu".

Penulis pribadi menyadari hal tersebut masih ada pada bagian dirinya sendiri, namun dengan bertujuan saling mengingatkan. Akibat berkarakter demikian banyak orang menuntaskan masalah dalam ibarat "bukannya memotong kuku jika kukunya panjang, namun justru memotong jarinya".

Karena kita lebih berpatok pada satu kesalahannya dan mengabaikan jasa-jasanya dan memutuskan untuk berhenti bekerjasama/ relasi/dan sebagainya, tanpa ada toleransi dan peninjauan kembali sebelumnya.

Dalam realitasnya hal itu banyak terjadi, anda mungkin saja korban atau bahkan tersangkanya. Mungkin juga sebaliknya, terkait hal ini.

Menjadi bijaksana, profesional dalam pekerjaan dan relasi, dapat mengontrol emosi dengan baik, mendewasakan tindakan dan berpikir panjang serta terus mengevaluasi diri adalah hal yang sangat diutamakan dilakukan agar ikatan kerjasama, silaturahmi atau hal penting berkaitan relasi tetap selalu terjaga dengan baik.

Karena yang namanya masalah selalu ada, kendala pasti hadir, konflik bisa terjadi. Namun harus di garis bawahi, saat kita memilih untuk mengakhiri dibandingkan memperbaiki, itu bukanlah sebuah penyelesaian masalah.

Mengakhiri berarti sebuah upaya untuk memotong masalah, namun bukan menghadirkan solusi melainkan lari dari upaya penyelesaian masalah. Yang pada kelanjutannya bukan menjadi penyelesaian tapi justru akan menjadi "Efek Domino" di mana masalah lain akan terus hadir.

Makin banyak yang harus dituntaskan namun sulit dihadapi karena terbiasa lari dari menyelesaikan masalah dan akhirnya terus menumpuk masalah-masalah baru yang selalu ditinggalkan. Kesedihan, tekanan, penderitaan akan selalu hadir tanpa henti.

Banyak ucapan bijak seperti "Kita tidak akan tahu betapa berharganya sesuatu, sampai sesuatu itu meninggalkan/hilang/pergi dari kita" bentuk kata-kata penuh penyesalan itu adalah sebuah pelajaran, di mana setiap pertemuan, hubungan atau semacamnya adalah sesuatu yang berharga dan harus dijaga sebaik mungkin, bukan untuk bertemu lalu pergi begitu saja.

Sebuah ikatan cinta baik secara neoplatonis atau biologis diawali dari adanya relasi, hubungan kasih antar ibu dan anaknya, adik dan kakaknya, atau bahkan seorang suami dengan istrinya.

Anda bisa bayangkan jika ibu mengalami konflik dengan anaknya dan langsung memilih untuk mengakhiri hubungannya, berapa anak-anak saat ini yang ditelantarkan orang tuanya, menjadi gelandangan, tak sedikit yang berandal dan akhirnya menjadi bertindak kriminal dan menjadi polemik negri?

Begitupula antar sahabat, berapa banyak jalanan damai nanti dipenuhi tawuran, persaingan tidak sehat dan saling benci-membenci bila mereka bermasalah dan mencari solusi justru untuk memutuskan hubungan persahabatan/pertemanannya?

Berapa banyak kasus sidang perceraian yang akan terjadi antara pasutri bila mereka bertengkar dan memilih bercerai, belum lagi jika mereka punya anak-anak?

Apapun masalah yang berat dihadapi dalam hubungan pasti bisa dituntaskan bila saling bersinergi, terbuka satu sama lain dan berusaha mendewasakan diri menjadi bijak, walau tak ada manusia yang bisa benar-benar bijaksana.

Jika suatu saat lelah dihadapi dalam hadirnya masalah bertubi-tubi, kita bisa beristirahat sejenak lalu kemudian bangkit lagi untuk dihadapi jika telah dalam keadaan siap kembali.

Karena jika lelah dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan, itu akan menjadi beban dan masalah baru yang semakin menumpuk sebab kita hanya melarikan diri, dan hanya akan menyengsarakan diri menjadi luka yang selalu berbekas dan tak hilang serta terus tersakiti.

Teruslah berjuang, tiada kehidupan tanpa masalah dan tak ada masalah tanpa solusi 😊 kita bisa lelah, tapi selalu ada Lillah. Kita bisa menangis tersakiti tapi bukan berarti tangisan itu tak berhenti dan terus diratapi.

Kita punya masa lalu yang buruk tapi masa depan akan selalu menjadi misteri. Oleh sebabnya teruslah berjuang!

Karena bersama akan selalu luar biasa 😉

Teruntuk yang istimewa di hati, jangan menyerah pada diri ini. Karena akan selalu ada jalan untuk saling bangkit dan memperbaiki.

#fastabiqulkhairat 🙂😃

Ramadan, perang Badar dan remaja 14 tahun.

Perang Badar, perang yang terjadi antara persekutuan arabia yang dipimpin kaum Quraisy sebagai suku terunggul di jazirah Arab melawan sekumpulan pemberontak dari Arab yang mengikuti sebuah ajaran yang di bawa Muhammad.

Serikat Arab ini dipimpin langsung oleh paman Muhammad sendiri yang biasa di sebut Abu Jahal dengan 1000 pasukan lebih. Menghadapi keponakannya yaitu Muhammad dengan kurang lebih 314 pengikutnya (prajurit).

Jumlah yang tak imbang ini sempat membuat gentar pengikut Muhammad sampai Muhammad mengatakan "jika kalian kalah dalam perang ini, maka kalian tidak di terima agama kalian".

Kurang lebih seperti itu ancaman yang akhirnya memberi semangat spiritual bagi pengikut Muhammad. Walau dalam keadaan berpuasa di siang hari dan terjaga karena ibadah di malam hari, wajah para pengikut Muhammad seperti singa lapar yang siap memangsa lawannya, tidak ada kegentaran atau rasa takut sedikitpun.

Dalam beberapa surath di Al-Qur'an, Allah memberikan Muhammad suplai pasukan tambahan yang di sebut Allah ia adalah prajurit (malaikat) yang tak terlihat. Terkait hal yang berbau fantasi tersebut, secara sejarah memang Muhammad memenangkan pertarungan ini dengan syuhada yang tak lebih dari 15 orang saja.

Bahkan Abu Jahal pun mati di perang tersebut, di tangan seorang remaja berusia 14 tahun yang awalnya sempat diragukan dan ditolak untuk ikut berperang sampai akhirnya remaja ini lolos seleksi dan ikut berjuang bersama Muhammad.

Di saat perang, remaja ini sempat bertanya yang manakah Abu Jahal? Dengan sahabat Muhammad, seorang entrepreneur kaya raya di Arab yang ikut berperang walaupun seorang miliarder. Abdurahman Bin Auf. Setelah di jawab oleh Abdurahman yang mana Abu Jahal, lalu remaja ini berkata dengan keberanian yang amat luar biasa pada dirinya, membuat si Miliarder ini merinding

“Saya mendapat berita bahwa ia adalah orang yang pernah mencaci maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah yang jiwa saya dalam genggaman-Nya! Jika saya melihatnya, pupil mata saya tidak akan berkedip memandang matanya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas (gugur).”

Sang Miliarder tak berhenti bergetar akan keberanian remaja berumur 14 tahun ini.

Abu Jahal di kenal sebagai Al-Hakam dan sangat masyhur sebagai orang besar dan kuat, dalam perang Badar ia laksana presiden (raja) yang dibentengi prajurit terbaik dan dalam track recordnya di katakan Abu Jahal ini tak tersentuh karena sangat terlindungi.

Namun keberanian dan tekad kuat demi membela Muhammad dan memperjuangkan agama Islam, remaja ini tak gentar dan tak surut semangatnya untuk tetap menuntaskan targetnya.

Pada dasarnya Abu Jahal adalah bagian fundamental dan akan sangat besar dampaknya jika berhasil melumpuhkan Abu Jahal yang akan benar-benar melemahkan kekuatan serikat Arab itu.

Remaja ini berperang seharian penuh bersama pasukan Muhammad, sampai ia bertemu barikade pelindung Abu Jahal, ia memberi sumbangan besar untuk melumpuhkan Abu Jahal dengan berhasil menembus pertahanan kokoh prajurit Abu Jahal.

Salah satu betis Abu Jahal terpisah dari tubuhnya dan berefek pada pendarahan besar yang membuatnya sekarat. Perjuangannya itu di bayar dengan tertebasnya salah satu tangan remaja ini, walau hampir putus dan bergelantungan ia tak peduli dan tetap berperang sampai ia mengatakan pada keadaan itu

“Pada hari itu, saya benar-benar berperang seharian penuh. Tangan saya yang hampir putus itu hanya bergelantungan di belakang. Dan ketika ia menyulitkan saya, saya pun menginjaknya dengan kaki, lalu saya menariknya hingga tangan saya terputus.”

Dia tak peduli akan hal itu, selama tujuannya tersampaikan. Dan dengan itu juga seketika komando serikat Arab berantakan dan benar-benar dilibas oleh pasukan Muhammad sampai akhirnya Abu Jahal meregang nyawa dan serikat Arab dikalahkan oleh pasukan Muhammad secara telak padahal dalam keadaan perut kosong, senjata seadannya dan jumlah yang sangat jauh berbeda.

Remaja 14 tahun ini adalah

Muadz bin Amr bin Jamuh

Pada saat usia 14 tahun seperti Muadz bin Amr, apa yang sudah kalian berikan demi bangsa dan negara serta agama?

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut : 69)

Semoga menginspirasi, terutama di bulan Ramadhan ini. Sama seperti kaum Muslimin lainnya yang terus berjuang demi kebaikan dan kebenaran.

#puasa #ramadan #remaja #pemuda #islam #terbaik #fastabiqulkhairat

Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah “Rausanfikr” bagi negri & Muhammadiyah

Kecendikiawanan hadir dalam penghayatan penderitaan manusia atas penderitaan lainnya. Tetapi itu saja belum cukup bila tidak bergerak untuk kerja-kerja penyadaran dan mengarahkan tujuan dan cita-cita mereka. Bagi kuntowijoyo cendekiawan bukanlah sosok yang berjalan di atas mega, pemikirannya melangit, tinggal dimenara semesta, tetapi cendekiawan adalah pemikir yang tidak tercerabut dari  akar-akar sosialnya, yang menginjakan kaki dibumi dan memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial untuk memusnakah kejahatan, kepedulian terhadap kaum dhu’afa, orang lemah, membela kaum mustad’afin, tertindas, orang yang dilemahkan oleh struktur kekuasaan yang dholim atau dipinggirkan oleh sistem ekonomi, politik, sosial, budaya yang tidak adil. Ali Syariati menyebutnya dengan rausanfikr orang yang mampu  memunculkan tanggungjawab dan kesadaran dalam dirinya, serta memberi arah intelektual ke masyarakat.

Tujuan dan tanggung jawab utamanya adalah untuk membangkitkan karunia Tuhan yang mulia menyatu dengan kesadaran diri melakukan transformasi sosial bersama masyarakat. Yaitu membangun suatu gerakan-gerakan yang setia terhadap nilai-nilai luhur untuk membangun sejarah kemanusiaan dalam rangka membangkitkan karunia Tuhan dalam bumi.
Seabad lalu Muhammadiyah mendeklarasikan diri menjadi mujaddid yang merasa amanah keagamaan belum usai, dan estafet jihad membingkai dalam garis hidup seorang Ahmad Dahlan. Mengepakkan sayap da’wahnya Muhammadiyah lalu memunculkan IMM dalam kerangka Ortomnya. Ia lahir bukan hanya sebagai pelarian karena HMI akan dibubarkan, namun lebih dari itu ia dicita-citakan menjadi rausanfikr bagi Muhammadiyah.

Dalam perjalanannya kini dipertanyakan, sudahkan sistem pengkaderan yang ada mampu menjadi semangat juang kedepan layaknya sebuah kitab suci bagi sebuah agama atau hanya sebuah catatan pinggiran yang tersingkir dari perenungan para rausanfikr ini. Sebuah bingkai yang harus kembali ditawarkan pada rausanfikr yang terlanjur haus untuk bergerak.
Seiring Perkembangan Indonesia kini mahasiswa selalu dianggap mampu untuk menentukan dimana letak sisi idealisme seorang manusia sebagai kader kemanusiaan maupun kaderbangsa sekalipun.

Selain itu juga pemilik tertinggi control power terhadap penguasa negeri ini. Tak mungkin luput dari ingatan kita bahwa negara ini merdeka juga karena pergerakan kaum intelektual, sebut saja Soekarno maupun Hatta, dan tentu sebelum itu Ahmad Dahlan telah menjadi manusia yang memiliki kegelisahan agama dan bangsa.

Hal yang menarik kemudian adalah ada apa dengan IMM ini? Ia bukanlah barang antik, ia mahasiswa bukan yang lain, ia organisasi yang jelas administrasi dan strukturnya bukan yang lain, lalu mengapa ia terasa belum memunculkan rausanfikr bagi bangsa ini? bahkan muncul kegelisahan dalam anggotanya untuk mampu merubah bangsa ini? pertanyaan tersebut bukanlah kiasan semata tapi muncul dari sisa-sisa idealisme yang terkikis oleh sisi hedon mahasiswa, kepayahan akan keuangan dan sibuknya mereka menyelesaikan tugas kampus. Untuk itulah perlu adanya cara pandang dunia atau world view dalam membingkai sistem pengkaderan kita yang sudah ada.

Yang menjadi pola pikir kader mahasiswa Muhammadiyah adalah bahwa ia adalah kader kemanusiaan, kader bangsa, kader persyarikatan dan kader ikatan. Falsafah ini mengharuskan seorang kader untuk berfikir bahwa IMM haruslah menjadi rahmatan lil alamin dan bukan hanya rahmat bagi ikatan sendiri. Seiring pemahaman itu yang menjadi masalah adalah sering IMM dianggap terlalu eksklusif dalam gerakannya bahkan bisa dikatakan jarang nampak kepermukaan. Sikap inklusif adalah sebuah kemutlakan bagi setiap manusia tak terkecuali bagi kader IMM sendiri. Sikap terbuka yang akan membuat mereka yang melihatnya menjadi faham bahwa IMM menpunyai identitas diri dan bukan hanya sebagai katak dalam tenpurung ataupun katak dalam sumur yang hanya tau langit seluas lubang sumur.

IMM memang menjadi ortom bagi Muhammadiyah, namun bukan berarti harus selalu bergantung pada Muhammadiyah, ia harus memiliki independensi dalam bersikap begitu pula dalam setiap kadernya. Dalam kacamata penulis sendiri setidaknya memiliki dua unsur yang tak mungkin terpisahkan yakni Modal dan Kepercayaan Diri. Tentu modal dalam pergerakan bukanlah sekedar materi walaupun hal itu tidak mungkin dipisahkan, namun modal intelektual dan wawasan adalah hal yang wajib dimiliki untuk menumbuhkan sense of crisis bagi setiap pemiliknya. Terlalu sering kita mendengar bahwa yang ikut demo dijalanan sebenarnya banyak dari mereka yang tidak tahu apa, mengapa bahkan siapa yang ia demo.

Serupa dengan hal itu tak ayal jika jaringan menjadi modal yang begitu penting dalam aplikasi setiap program kerja, walau sebenarnya jika mau sedikit memutar otak kita tahu bahwa reason dari segala kegiatan kader adalah berasas pada filosofi yang telah dibangun yakni kemanusiaan, kebangsaan, keagamaan, persyarikatan dan ikatan, bukan materi maupun kekuasaan.
Kepercayaan diri dianggap penting tentu bukan tanpa alasan, namun betapa banyaknya orang yang memiliki banyak modal tapi masih ragu dengan dirinya sendiri. Memang kepercayaan diri pada sebagian orang akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan modal yang dimiliki, namun bukan berbarti jika modal itu baru satu langkah kita hanya bisa maju satu langkah.

Contohlah bahwa ketika wawasan dan intelektual itu menjadi modal awal maka modal akan datang dengan sendirinya, hal ini tentu dengan adanya sebuah integritas intelektual yang nanti akan dijelaskan, bahwa “jika kau punya materi maka kau harus menjaganya, jika kau punya ilmu maka ia yang akan menjagamu”.

Sebagai penjelasan sederhana reformasi tidaklah selalu dianggap bahwa pimpinan tertinggi adalah malaikat yang bisa merubah semuanya, namun ia harus mengerti bahwa tugasnya adalah merubah etos dirinya kebawah menuju hal yang lebih baik. karena baik di atas maupun di bawah memiliki sisi yang sama pentingnya. Namun yang tidak boleh adalah menunggu siapa seorang rausanfikr datang, tapi bagaimana setiap  kader mampu meyakinkan dirinya bahwa ia adalah rausanfikr dalam Ikatan itu. Tak ada lagi keluhan mengapa tak ada yang merubah dari atas ataupun dengan anggapan bahwa kader IMM ini akan berubah jika ada yang merubahnya, tetapi sebaliknya setiap individu memiliki keyakinan bahka ia sang pembawa peubahan yang lebih baik.

Tentunya mahasiswa selalu diidentikkan dengan sikap akademis dan kritis terhadp permasalahan yang ia hadapi. Sehingga bagaimanapun Integritas intelektual mendorong seseorang untuk melihat suatu persoalan dari sudut pandang yang menyeluruh. Integritas intelektual mendorong seseorang untuk tetap kritis dan objektif dalam menyikapi setiap masalah yang ada.
Disini tidaklah lagi IMM membicarakan pentingnya intelektual bagi pola pikir mereka, namun secara integral harus melompat pada hal integrasi intelektual. Hal ini harus dimaklumi sebagi lompatan paradigma berfikir mahasiswa sebagai sebuah alasan yang semestinya mahasiswa adalah source of intellectual. Terlepas dari definisinya sendiri, integritas intelektual berkelut pada dua hal penting yakni Intellectual Application dan Intellectual Responsible.

Dua hal yang tak mungkin terpisahkan bagai sisi mata uang dalam sikap integritas intelektual.

PERAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH SEBAGAI KEKUATAN INTI ANGKATAN MUDA MUHAMMADIYAH

  Saat K. H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, sejarah mencatat generasi muda yang menjadi muridnya sekaligus anak panah gerakan Islam yang lahir di kampung Kauman ini. Sebutlah nama Fakhruddin, Rh. Hadjid, Ki Bagus Hadikusumo, dan lain-lain, yang kelak di kemudian hari menjadi tokoh-tokoh penting Muhammadiyah.

Fakhruddin tampil menjadi tokoh yang kritis, cerdas dan disegani penjajah Belanda, bahkan bersama Soerjopranoto menggerakkan aksi buruh pabrik gula di Bantul. Kiai Hadjid menjadi penyambung semangat dan ideologi  Kiai Dahlan. Ki Bagus Hadikusumo bahkan selain menjadi Ketua PP Muhammadiyah periode 1943-1953, juga menjadi tokoh kunci dalam kemerdekaan Indonesia dan Piagam Jakarta tahun 1945. Dan masih banyak nama-nama lainnya hingga saat ini yang bila disebutkan satu per satu mustahil dapat termuat di tulisan sederhana dan singkat ini, yang semangat kehadirannya benar-benar menjadi pendukung dan penggerak utama Muhammadiyah sampai saat ini dan seterusnya

  Sejarah Muhammadiyah terus berkembang. Dari rahim Persyarikatan ini selalu tampil generasi muda yang memiliki spirit ke-islaman yang tinggi, sekaligus penuh gairah dalam menjalankan misi dakwah Muhammadiyah di lapangan kemasyarakatan. Di seluruh pelosok tanah air, Muhammadiyah generasi al-sabiqun al-awwalun maupun sesudahnya, benar-benar ikut ditegakkan oleh kaum muda yang menjadi pilar gerakan Muhammadiyah. Sejak itulah, lahir idiom pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal-perjuangan Muhammadiyah. Lahir dan tersebar angkatan muda Muhammadiyah yang benar-benar bekerja di ranah dakwah kemasyarakatan hingga ke akar-rumput.

  Di seluruh pelosok tanah air anak-anak muda Muhammadiyah yang terwadahi dalam organisasi otonom seperti Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Tapak Suci Putera Muhammadiyah, Hizbul Wathan Muhammadiyah bahu-membahu menghidupkan syiar Islam yang menjadi ranah gerakan Muhammadiyah. Demikian pula anak-anak dari keluarga Muhammadiyah. Mereka bergabung menjadi pilar gerakan dakwah. Menggairahkan jamaah masjid dan mushalla. Menyelenggarakan dan menjadi aktor dalam menyelenggarakan peringatan Hari-hari Besar Islam. Tidak kalah pentingnya menjadi bagian dan aktor penggerak masyarakat yang terintegrasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan setempat, baik di kampung maupun di kota. Angkatan Muda Muhammadiyah itu benar-benar menjadi pelaku-pelaku pembinaan umat dan masyarakat di ranah jama’ah.

  Dari penggemblengan kancah dakwah itulah lahir kader-kader  muda Muhammadiyah yang militan, yang idealisme dan langkah-langkah sehari-harinya benar-benar menjadi pelaku gerakan Muhammadiyah yang menggarap lahan dakwah dan tajdid di lapangan masyarakat. Kaum muda Muhammadiyah yang demikian meski hidup dalam kesahajaan mereka benar-benar menjadi anak-panah (kader) gerakan Muhammadiyah yang militan, tangguh, berkomitmen, berkhidmat, dan memiliki integritas serta keteladanan yang utama dalam gerakan Muhammadiyah. Umat, warga masyarakat, dan anggota Muhammadiyah di tingkat bawah atau jamaah sungguh merasakan kiprah dakwah Angkatan Muda Muhammadiyah yang bersifat meneguhkan dan memajukan kehidupan sekitar. Itulah sosok generasi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan Muhammadiyah yang mampu memadukan iman, ilmu, dan amal untuk kemajuan hidup masyarakat.

  Kini dunia kian berubah. Tarikan politik dan mobilitas sosial semakin meluas hingga masuk ke relung-relung setiap gerakan organisasi kemasyarakatan (ormas) di lingkungan umat Islam. Politik bahkan telah menjelma menjadi panglima baru, sekaligus menjadi pesona kaum muda yang hingar-bingar dan penuh kilatan cahaya. Tentu dalam dunia yang semakin berorientasi nilai-guna (pragmatisme), mobilitas politik itu menjadi sangat penting dan strategis. Mobilitas politik semacam itu sekali lagi penting dan membuka ruang kaum muda untuk berkiprah di ranah politik kebangsaan untuk kemajuan bangsa. Tak ada yang membantah penting, strategis, dan manfaat mobilitas di ranah politik-kekuasaan.

Memang, dapat pula dipahami betapa kaum muda Muhammadiyah terutama dalam bagian paling krusial karena memiliki peran ganda sebagai pejuang pendidikan, kemasyarakatan dan juga keagamaan. Yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memerlukan mobilitas diri agar kehidupan mereka secara individual tidak terlantar bahkan berkcukupan, sehingga dapat melaksanakan peran dakwah. Namun, kondisi dan mobilitas diri yang demikian sebenarnya tidaklah terlalu mencemaskan karena pada umumnya memiliki modal pendidikan dan keluarga yang relatif memadai, bahkan banyak yang berkecukupan. Muhammadiyah sendiri tentu tidak akan menuntut angkatan muda dan kadernya melebihi takaran kemampuan dan apa yang dimilikinya. Apalagi, sampai mendzalimi kader yang memang tidak perlu dituntut untuk berkiprah melebihi kemampuan yang dimilikinya. Muhammadiyah juga menyadari bahwa para kadernya, lebih-lebih angkatan mudanya, harus diperhatikan nasib dan kondisinya sejauh Muhammadiyah sendiri memiliki kemampuan untuk itu.

  Namun jika tuntutan terlalu berlebih maka Muhammadiyah tidak dapat menahan apa pun dari hasrat mobilitas kaum muda dalam kancah politik. Tapi, manakala memerhatikan militansi kaum muda dari gerakan-gerakan Islam lain yang lahir setelah reformasi, yang dikenal luas dan mengisi ruang publik saat ini, sungguh dapat diambil hikmah dan perbandingan. Dalam kondisi bersahaja mereka dapat berkiprah dalam perjuangan dakwah dengan penuh militansi, seolah tak memerhatikan nasib hidupnya di dunia. Tentu dalam posisi moderat, Muhammadiyah tidak menghendaki kader mudanya hidup terlantar, tetapi apakah harus berhenti di titik mobilitas diri dalam perjuangan? Apakah spirit berdakwah sebagaimana para pendahulu Muhammadiyah yang mampu berkiprah dalam kondisi minimal tetapi melahirkan dinamika gerakan yang luar biasa di masa kejayaan?

Di posisi inilah semua pihak di tubuh Muhammadiyah, terutama pintu gerbang generasi pelanjut yang menjadi inti fundamental yakni Mahasiswa Muhammadiyahnya berjuang, kita bisa memperhatikan tokoh-tokoh kenamaan yang membawa Ikatan Mahsiswa Muhammadiyah berdiri dan besar hingga saat ini seperti Amien Rais, yang hingga saat ini perjuangannya masih berlanjut sebagai tokoh lintas generasi yang tak surut dalam berbakti demi negri. Dalam kondisi serba terbatas mampu memelihara dan mewujudkan spirit pergerakan yang luar biasa. Sementara, kita dalam kondisi yang cukup bahkan berlebih, kadang kehilangan spirit untuk bergerak dengan militansi, komitmen, dan pengkhidmatan yang mencukupi apalagi melebihi. Barangkali perlu perenungan dan muhasabah diri, adakah sesuatu yang bersifat spirit atau idealisme yang hilang dari napas gerakan kaum muda Muhammadiyah?  Tangga duniawi memang penting, tetapi manakala dikejar tanpa perimbangan, maka sering mengganggu dan memperlemah gerakan untuk berkiprah di lahan dakwah yang memerlukan ketulusan dan kesahajaan.

  Kita harus meneladani perjuangan Nabi Muhammad saw yang dengan nama Nabi akhir zaman itu Muhammadiyah menisbahkan dirinya. Demikian juga perjuangan Kiai Dahlan, para pendahulu, dan para tokoh serta mubaligh Muhammadiyah di pelosok-pelosok tanah air yang penuh ketulusan, kesahajaan, dan pengkhidmatan gigih memerjuangkan gerakan Muhammadiyah. Misi Muhammadiyah yang luhur itu tidak bisa ditunda dengan mobilitas diri yang tidak tahu persis sampai kapan dapat dipertukarkan. Memang, positif sekali manaka perjuangan menggerakkan Muhammadiyah sejalan dengan peningkatan mobilitas diri, tetapi dinamika hidup tidak dapat dikatrol dengan nalar instrumental seperti itu. Sejauh percaya dan yakin akan rizki Allah serta Rahman dan Rahim-Nya, maka siapa pun yang berjuang di jalan Allah tentu akan memeroleh pertolongannya.
Secara umum sebenarnya kondisi dan mobilitas hidup daripada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan angkatan Muda Muhammadiyah lainnya tidaklah dramatik. Bahkan, relatif cukup dan tidak mengkhawatirkan.

Tetapi, yang dikhawatirkan ialah pragmatisme, yakni mengejar mobilitas hidup lebih-lebih di dunia politik praktis yang serba berorientasi nilai-guna dengan mengejar setinggi-tingginya sambil meninggalkan gelanggang pergerakan. Pragmatisme lainnya ialah melakukan “transmigrasi politik” ramai-ramai yang meninggalkan gelanggang pergerakan dakwah seperti yang dilakukan para aktivis di sejumlah tempat. Bahkan, ada sebuah amal usaha yang para pimpinan struktural dan civitas akademikanya berbondong-bondong menjadi calon anggota legislatif, padahal mereka telah memeroleh pekerjaan dan amanah yang harus dijalankan. Siapa yang dapat mencegah pragmatisme semacam ini, yang mengalihkan idealisme menjadi mobilitas diri yang serba berorientasi nilai-kegunaan yang menyala-nyala hingga meninggalkan amanah yang sebenarnya juga selama ini ada nilai kompensasinya yang memadai.

  Kita sangat percaya masih banyak Mahasiswa Muhammadiyah yang memiliki idealisme yang tinggi dalam membesarkan dan memperjuangkan Muhammadiyah di seluruh lini dan pelosok tanah air. Mereka berdakwah dan menggerakkan Muhammadiyah dengan penuh pengkhidmatan dan tanpa hitung-hitungan mobilitas diri. Mobilitas diri insya Allah selalu menyertai para kader yang memiliki idealisme gerakan. Demikian pula mereka yang berkiprah di ranah politik sejauh tetap memelihara komitmen dan kiprah Muhammadiyah akan bermanfaat bagi gerakan Muhammadiyah, sebagaimana mereka yang berkiprah di ranah lainnya. Namun, perlu dijaga khittah dan batas-batas gerakan Muhammadiyah yang tidak boleh dihimpitkan dengan perjuangan politik praktis, termasuk dihormatinya larangan rangkap jabatan.

  Muhammadiyah itu cukup kenyang dengan pasang-surut dan gelombang politik, sehingga kembali ke khittah dan kepribadian Muhammadiyah itu benar-benar merupakan pilihan yang matang sebagai buah dari tempaan dan pengalaman sejarah. Di sinilah para kader Muhammadiyah, lebih-lebih angkatan Muda Muhammadiyahnya terutama peran paling pentingnya yang terdapat dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyahnya, perlu memahami dan menyikapi secara jernih tentang berbagai kebijakan dan langkah untuk menjaga kelangsungan dan kemurnian Muhammadiyah dari tarikan-tarikan politik-praktis. Sungguh, alangkah eloknya manakala kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan segenap anggota Muhammadiyah justru berada  di garda depan dalam menjaga kepribadian dan khittah Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah yang berkiprah di ranah kemasyarakatan dan tidak berkiprah di lapangan politik-praktis.

billahi fi sabilil haq. Fastabiqul Khairat.